Rabu, 14 Oktober 2009

Sinetron di Indonesia...

Hidup nggak selamanya menyenangkan, setuju nggak? Like a roda yang berputar, hidup Qta juga selamanya berputar. Tidak selamanya kita senang tetapi juga tidak selamanya Qta sedih.Yupp, itulah yang namanya hidup, right? Maukah Qta mendapat senang dan sedihnya doank? So pasti enggak kan? Ya, mungkin ada juga orang yang hanya mau hidup bahagia tanpa ada kesusahan dan kesedihan. Tapi, mereka nggak berpikir kan apa yang akan terjadi pada kehidupan mereka jika kenyataannya kayak begitu? Mereka nggak akan berpikir panjang karena belum merasakannya. Mereka belum pernah merasakan hidup yang isinya hanya bahagia, benarkan? Setiap kehidupan saya rasa pasti ada kedua-duanya. Pernahkah ada hidup yang isinya hanya bahagia melulu? Juga apakah ada hidup yang isinya sedih melulu? Mungkin kalau anda pernah melihat sinetron-sinetron di tv, di situ digambarkan dua sisi kehidupan yang berbeda. Yang satu bahagia terus dan yang satu sedih terus. Sebenarnya kalau dinalar dan di-non-fiksikan, kehidupan tuh nggak bakal kayak gitu. Namanya juga cuman sinetron yang fiksi. Ya, jujur ajah sieh kalau saya pribadi, saya nggak pernah menyukai cerita sinetron. Mungkin idenya saya sukai, tetapi pengembangan ceritanya kurang saya sukai. Mereka suka membuat sebuah cerita yang terlalu menyedihkan. Terkadang, seakan-akan menampilkan pada penontonnya kalau hidup itu nggak adil. Misal kalau cerita sinetron itu adalah cerita yang orang kayak menindas orang miskin, lalu kalau yang menonton itu orang kaya. Mereka pasti sama sekali nggak berkeberatan tetapi bagaimana dengan yang miskin? Mereka pasti akan merasa tertindas. Bukankah seperti itu akan membuat penonton yang miskin merasa seakan-akan hidup itu nggak adil? Sinetron-sinetron sekarang kebanyakan semuanya mengajarkan hal yang kurang baik menurut saya. Apalagi anak-anak kecil pun zaman sekarang juga sudah pada menonton sinetron. Iya kalau sinetronnya mengajarkan hal-hal yang baik, bagaimana kalau enggak? Cerita sinetron di Indonesia kebanyakan isinya tentang cinta dan itu cukup membuat yaa anak-anak zaman sekarang sudah mengenal cinta. Kegiatan-kegiatan anak-anak yang seharusnya digunakan untuk sebuah masa depan yang gemilang harus tersia-siakan karena hal yang mereka tonton di televisi. Tragis, bukan? Ya, kalau misalnya sinetron itu mendidik okelah nggak apa-apa tetapi apakah seperti itu? Enggak kan? Banyak anak yang menjadi nakal karena sinetron.. Banyak pula yang menjadi atau istilahnya tiru-tiru dengan tokoh atau artis favoritnya di sinetron itu yang mungkin kegiatan atau hal yang diperankan oleh artis favorit mereka kurang baik sehingga menimbulkan hal-hal yang kurang baik pula bagi anak-anak.
Lalu, apakah yang bisa Qta perbuat sekarang? Apakah Qta bisa menjauhkan anak-anak yang memiliki usia anak-anak dari sinetron? Jawabannya maybe yes maybe no. Saya rasa saya enggak menjawab salah kan? Kemungkinan orang tua yang baik bakal membiarkan anaknya nonton berjam-jam di depan televisi. Tetapi ada pula orang tua yang sadar akan melarang anaknya sehingga kemungkinan besar anaknya bakal merasa orang tuanya 'mbencekno' dan marah. Mereka melihat kenapa teman-teman mereka diizinkan sedangkan dirinya sendiri tidak. Itulah susahnya. Teman-teman sebenarnya saya sendiri ya secara pribadi kurang senang dengan sinetron karena gara-gara sinetron tersebut, adik saya menjadi 'berandalan'. Itu tidak bukan dikarenakan kegiatan adik saya yang hobi banget nongkrong di depan televisi walaupun mama saya sudah berusaha menegurnya. Akhirnya, dia pernah sampai diminta pertanggungjawaban oleh salah seorang orang tua temannya karena perlakuannya. Sejak saat itu pula dia dilarang keras oleh mama saya untuk menonton sinetron. Alhasil, perbuatannya sendiri sudah berubah. Bagaimana? Bukankah memang sinetron berdampak kurang baik bagi anak-anak? Kecuali anak-anak yang sudah mulai mengerti dan bisa membedakan mana yang baik dan benar. Tetapi meskipun pada kenyataannya mereka bisa membedakan yang baik dan benar tetapi tetap merasa masa bodoh itu sama saja. Lalu, bagaimana cara melakukan yang benar bagi generasi anak-anak?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar